EFEK PENGGUNAAN ASAM ORGANIK PADA PAKAN BABI


PENDAHULUAN
   Penggunaan antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih banyak.
Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak, hal ini disebabkan karena dua faktor utama. Pertama, kemungkinan hadirnya residu dari antibiotik yang akan menjadi racun bagi konsumen, di samping itu antibiotik dapat menciptakan mikro-organisme yang resisten dalam tubuh manusia atau ternak (terutama bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella, Escherichia coli dan Clostidium perfrinens). Dilaporkan penggunaan antibiotik pada pakan ternak unggas di North Carolina (Amerika Serikat) mengakibatkan resistensi bakteri terhadap Enrofloxacin, yang merupakan salah satu antibiotik yang direkomendasikan untuk membasmi bakteri E. coli .
Perkembangan biotekhnologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan ternak untuk memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti asam asetat, propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair. Asam-asam organik sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh ternak melalui proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi. Penambahan asam-asam organik dalam pakan ternak dapat meningkatkan produktifitas ternak. Peningkatan performance ternak terjadi melalui penciptaan lingkungan yang serasi bagi perkembangan mikroflora menguntungkan. Dengan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui penurunan keasaman) dapat mengaktifkan serta merangsang produksi enzim-enzim endegenous dan berakibat meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi.
Limbah industri peternakan sering kali disebut sebagai pencemar lingkungan terbesar. Pada negara tertentu pencemaran udara akibat emisi nitrogen dari faces dan urine babi sangat tinggi, untuk mengatasi hal tersebut pakan ternak babi ditambahkan asam organik, dari beberapa penelitian ternyata mampu mengurangi emisi nitrogen yang dapat mencemari lingkungan.
 TINJAUAN PUSTAKA
1.      Penggunaan Antibiotik Pada Babi
Sejak ditemukannya antibiotika oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotika telah memberikan kontribusi yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan hewan. Penggunaan antibiotika dalam pakan oleh peternak babi sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor) dan pencegah disentri pada babi muda, telah menambah pendapatan peternak akibat peningkatan efisiensi pakan. Pakan berantibiotik tersebut mempengaruhi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit dan penghasil racun di dalam saluran pencernaan babi sehingga mengurangi konsumsi pakan karena dinding usus menjadi tipis untuk mengabsorbsi zat makanan (Hathaway et al., 1996).
Penggunaan senyawa antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan bagi konsumen seperti residu dan resistensi. Survey AVA Singapore menemukan daging babi dari RPH di Indonesia mengandung residu antibiotika sebesar 53,7% dan 3,04% melebihi batas minimum level. Rusiana (2004) menemukan 80 ekor ayam broiler di pasar Jabotabek 85% daging dan 37% hatinya tercemar residu antibiotika tylosin, penicilin, oxytetracline dan kanamicin. Samadi (2004) melaporkan bahwa di North Carolina (Amerika Serikat) penggunaan antibiotika terus-menerus pada unggas mengakibatkan bakteri Escherichia coli resisten terhadap Enrofloxacin. Di Cina diketemukan bahwa anak kandang 214 orang yang terkena inveksi Streptococcus suis tidak mengalami kesembuhan dengan menyuntikkan antibiotika Penisillin, diduga mikroorganisme tersebut telah mengalami resistensi, dari 214 orang yang terkena infeksi 39 orang meninggal dunia. Hamscher et al. (2003) menemukan debu yang berasal dari bedding, pakan dan feses peternakan babi di Jerman 90% dari sampel yang diambil mengandung 12,5 mg/kg residu antibiotika tylosin, tetracyclines, sulfamethazine, dan chloramphenicol, kontaminasi udara ini akan mengganggu pernapasan hewan atau manusia yang hidup di sekitar kandang.
Kejadian tersebut dapat diterangkan bahwa penggunaan antibiotika secara ekstensif untuk infeksi bakteri pada hewan ternak telah menyeleksi bakteri yang resisten, kemudian ia akan mentransfer resistensi tersebut ke bakteri lain. Transfer resistensi bakteri tersebut berlaku juga antarspesies, yakni hewan ke manusia atau sebaliknya. Levy et al. (1988) menyatakan bahwa penggunaan antibiotik tersebut secara terus-menerus mengakibatkan terjadinya resistensi, contohnya rekomendasi penggunaan antibiotika dalam pakan pada tahun 50-an adalah 5-10 ppm sekarang telah meningkat sepuluh sampai 20 kali lipat. Akibatnya, beberapa negara sudah melakukan pelarangan penggunaan antibiotika pada pakan ternak.
Menurut Komisi Masyarakat Uni Eropa, sejak tanggal 1 Januari 2006 (Regulasi No. 1831/2003) penggunaan antibiotika misalnya Avilamycin, Avoparcin, Flavomycin, Salinomycin, Spiramycin, Virginiamycin, Zn-Bacitracin, Carbadox, Olaquindox, dan Monensin tidak dapat digunakan dalam ransum ternak. Penggunaan zat aditif tersebut dalam ransum ternak di beberapa negara Eropa telah dilarang lebih awal seperti Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, dan Jerman tahun 1996.
2.      Acidifier
Acidifier yaitu penambahan pakan atau air minum dengan menggunakan asam organik. Penambahan asam organik dapat menstabilkan bakteri yang ada dalam usus, selain itu dapat juga dapat menurunkan pH usus sehingga menekan jumlah bakteri patogen dan meningkatkan jumlah bakteri nonpatogen terutama  bakteri asam laktat (BAL) yang merupakan flora yang menguntungkan pada usus. Berkurangnya  bakteri patogen dan meningkatnya BAL maka penyerapan nutrisi dalam usus lebih maksimal.
Asam organik dalam saluran pencernaan dapat melakukan proses ionisasi dengan mudah yaitu dengan cara melepaskan hidrogen. Peningkatan jumlah ionhidrogen tersebut akan menurunkan pH saluran pencernaan sehingga mikroorganisme yang tidak tahan tehadap kondisi asam akan mengalami perlambatan pertumbuhan atau mati (Hardy, 2003).
Pada bakteri yang sensitif terhadap perubahan pH, asam organik menembus dinding sel bakteri sehingga asam organik akan terurai (H+ dan COO), mengakibatkan pH dalam sel akan turun. Pada kondisi tersebut bakteri berusaha melepaskan H+ dari dalam sel agar pH dalam sel menjadi normal, namun proses ini membutuhkan energi yang besar mengakibatkan bakteri akan berhenti tumbuh dan mati. Beberapa bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Dinding sel bakteri yang tidak sensitif terhadap perubahan pH memungkinkan jumlah asam organik yang masuk ke dalam sel bakteri menjadi berkurang, sehingga bakteri tersebut lebih tahan terhadap lingkungan asam (Gauthier, 2002).
Asam organik apabila ditambahkan dalam ransum akan mempunyai sifat acidifier, yaitu pengaruh asam organik terhadap pH saluran pencernaan. Efek asam organik yang berhubungan dengan pH saluran pencernaan dan aktivitas mikrobial dapat ditemukan pada lambung dan usus halus, sehingga asam organik berpotensi menggantikan antibiotik sebagai growth promotor (Canibe et al., 2001).
3.      Penggunaan Asam Organik Untuk Babi
Asam benzoat pada pakan secara signifikan menurunkan pH urin pada babi dan periode finisher (Buhler et al, 2006). Asam benzoat awalnya diserap di usus kecil, kemudian dimetabolisme di hati untuk membentuk asam hipurat yang diekskresikan cepat oleh jalur kemih (Konsentrasi asam hipurat dalam urin menurunkan pH urin dan dan juga pH faces. pH faces adalah salah satu faktor yang paling signifikan mempengaruhi emisi NH3, dengan volatilisasi NH3meningkat dengan pH pupuk meningkat (Le et al., 2005 ; Bridges et al, 1970.)
Konsentrasi asam benzoat pada pakan meningkat dari 0g/kg sampai 30 g / kg, menyebabkan terjadinya penurunan 38% dalam rasio TAN: TKN pada 240 jam. Jumlah Nitrogen amonia dianggap sebagai jumlah dari NH4+ dan NH3 (Blachier et al, 2006.). NH3 yang ada pada pupuk kandang sebagian besar berasal dari pemecahan urea, NH3 asal faces dalam bentuk protein bakteri memiliki pengaruh yang sangat kecil (Béline et al, 1998.). Urea dibentuk di hati sebagai produk akhir degradasi protein dalam babi dan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urea pada urine. Kemudian cepat dihidrolisis oleh enzim urease dan diubah menjadi NH3 (Le et al., 2005).
Sutton et al. (1991) menyatakan bahwa penambahan 0,3% Na-fumarat ke pakan kontrol, tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan pada konsentrasi ALRP dan kepadatan laktobasilus atau E. coli sepanjang saluran GI. Para penulis yang sama mengamati efek asam fumarat 1% pada penurunan jumlah E. coli dalam lambung dari anak babi berusia 8 minggu, dan efek peningkatan pada VFA di sekum yang dibandingkan dengan pakan kontrol. Semua perlakuan tidak berpengaruh pada konsentrasi VFA, jumlah laktobasilus di sepanjang saluran GI atau pada E.coli di duodenum, usus buntu, usus besar.
Babi yang diberi pakan  dilengkapi dengan asam formiat 0,7 atau 1,4%. Terkait dengan penambahan asam formiat 1,4% penulis menemukan penurunan pH di lambung, usus buntu dan usus besar, serta menurunkan konsentrasi asam laktat dalam usus kecil dan konsentrasi asam laktat yang lebih tinggi dalam usus besar dibandingkan dengan babi yang diberi pakan  kontrol. Konsentrasi asam formiat pada lambung,  asam asetat di usus kecil, dan asam asetat dan asam propionat dalam sekum dan usus besar lebih tinggi pada babi yang diberi acidifier. Selain itu, penulis menemukan angka yang lebih rendah dari lactobacilli dalam usus halus distal dan sekum, jumlah koliform di lambung lebih rendah (asam formiat 0,7%) dan jumlah fungi yang lebih rendah sepanjang saluran pencernaan (Maribo et al., 2000)
PEMBAHASAN
Pembahasan Umum Hasil Penelitian
I.         Efek pada emisi dan amoniak pada faces
Emisi nitrogen merupakan penyebab polusi udara, salah satu penyumbang emisi nitrogen terbesar adalah dari faces dan urine babi. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan beberapa penelitian mengenai penggunaan asam organik untuk menurunkan emisi nitrogen (Murphy, et al., 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan Mroz, et al (2000) menunjukkan bahwa penambahan organik menyebabkan penurunan pH urin dan faces .














   Penelitian  menunjukkan bahwa terjadi penurunan emisisi NH3 sejalan dengan  makin meningkatnya level pemberian asam bensoat. Begitu juga dengan total amoniak nitrogen yang juga menurun seiring peningkatan level pemberian asam bensoat pada pakan babi. Pemberian level asam bensoat ini juga menyebabkan penurunan pH faces dan urin seiring dengan peningkatan level asam bensoat dalam pakan (Murphy, et al., 2010).
 








Ada penurunan yang linier (P <0,001) pada emisi NH3 faces yang diberi asam benzoat meningkat dalam pakan selama 0-96, 96-240 dan 0-240 jam penyimpanan. NH3 selama penyimpanan (0-240h) dalam penelitian ini berkurang 30,41 dan 72% karena konsentrasi asam benzoat pakan ditingkatkan masing-masing hingga 10, 20 dan 30 g / kg. Ada penurunan linier secara total
amonia nitrogen (TAN) (P <0,05) dan total Kjeldahl nitrogen (TKN) (P <0,05) konsentrasi di 240 jam penyimpanan seiring dengan peningkatan level asam bensoat. Konsentrasi asam benzoat pakan penurunan linear dalam TAN: TKN pada 240 jam sebagai makanan asam benzoat tingkat inklusi meningkatkan (P <0,01). Selain itu, ada penurunan yang linier pH faces pada 0 jam (P <0,001) dan 240 jam (P <0,01) karena konsentrasi asam benzoat meningkat dalam pakan. Penurunan linier pH urin juga dilaporkan terjai seiring peningkatan level asam bensoat pada pakan (P <0,001). Namun, tidak ada efek (P> 0,05) terhadap penurunan konsentrasi bau pada faces.
Peningkatan konsentrasi asam benzoat pada pakan mengakibatkan pengurangan secara linear ekskresi N urin (P <0,05), total ekskresi N (P <0,05) dan rasio N urin: feses (P <0,05). Pningkatan asupn N linier dengan peningkatan level pemberian asam bensoat (P <0,05) (Murphy, et al., 2010).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian asam bensoat pada babi fase finisher sangat efektif dalam menurunkan emisi nitrogen pada urin dan mengurangi rasio nitrogen faces dan urin, hal ini juga terlihat dalam penurunan penurunan emisi NH3 pada pupuk kandang faces babi, namun tidak berpengaruh terhadap pengurangan bau pada faces.
II.      Efek terhadap Skatole, mikroba pada faces dan pertumbuhan babi
Penelitian yang dilakukan Øverland, et al (2008) menunjukkan bahwa status kesehatan pada babi yang diberi asam organik termasuk baik, tidak ada gangguan kesehatan dan setelah pembedahan tidak ada abnormalitas pada babi yang diberi asam organik , namun pemberian asam organik tidak berpengaruh terhadap level skatole pada saluran pencernaan babi jantan.
Dalam jejunum, semua pakan yang dilengkapi asam organik secara signifikan mengurangi jumlah coliform dibandingkan dengan kontrol. Penambahan asam benzoat atau sorbat secara signifikan mengurangi jumlah enterococci dan asam sorbat secara signifikan mengurangi jumlah LAB dibandingkan dengan kontrol. Dalam usus besar, format, benzoat, asam sorbat atau secara signifikan mengurangi jumlah coliform dan LAB dibandingkan dengan kontrol sedangkan yang butirat normal coated atau inulin butirat coated tidak memiliki efek penghambatan yang signifikan. Di rektum, penambahan asam format atau asam benzoat untuk pakan secara signifikan mengurangi jumlah coliform sedangkan penambahan asam benzoat dan sorbat secara signifikan mengurangi jumlah LAB dibandingkan dengan kontrol.
Babi jantan yang diberi asam formic dan ascorbic signifikan lebih tinggi ADG dari babi kontrol dan babi makan kedua diet butirat. Diet penambahan format asam, asam benzoat dan asam sorbat secara signifikan meningkatkan
FCR dibandingkan dengan babi makan kontrol. Formiat atau asam sorbat memberikan FCR signifikan lebih baik dibandingkan dengan diet butirat. Selama periode secara keseluruhan, Selain diet asam organik tidak berpengaruh pada ADG atau konsumsi pakan babi, tetapi FCR cenderung ditingkatkan
dengan penambahan asam format, asam benzoat, dan asam sorbat pada pakan.
Tidak ada perbedaan signifikan antara perlakuan untuk bobot karkas atau persentase karkas, tetapi persentase karkas secara signifikan lebih tinggi pada babi diberi pakan asam benzoat dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya.
III.   Efek Terhadap Total Mikroba usus, pH Usus dan Imunitas
Pertambahan berat badan tertinggi diperoleh pada penambahan antibiotik pada pakan babi, selanjutnya penambahan ADS dan potasium.  Terlihat jelas bahwa ransum kontrol menunjukkan pertambahan berat badan terendah. Konsumsi pakan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dari semua perlakuan. Pertambahan berat badan dan konsumsi yang sama pada kontrol berimbas pada perbaikan rasio pakan dan berat badan babi. Pemberian antibiotik dan ADS menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh, namun pada kontrol terlihat hasil rasio pakan dan berat badan lebih tinggi dari perlakuan lainnya, hal ini menunjukkan bahwa pakan kontrol tidak seefisien dengan pemberian antibiotik dan ADS.
            Pada awal percobaan (d 0), tidak ada perbedaan laktobasilus, E. coli, anaerob dan aerob pada faces babi. pada hari 14 pasca-sapih, babi diberi pakan kontrol memiliki laktobasilus terendah hitungan antara semua perlakuan (p = 0,02) Namun, tidak ada perbedaan terhadap bakteri anaerob dan aerob antara perlakuan pada hari 14 setelah menyapih (p = 0,23). Pada hari 28 pasca-sapih, tidak perbedaan terdeteksi pada laktobasilus, E. coli, anaerob dan aerob pada faces  antara setiap perlakuan (p = 0,11).

           
            Hari 14 pasca-sapih, serum IGF-1 dari babi diberi pakan antibiotik lebih besar dari babi diberi pakan kontrol (p = 0,03), tetapi ada perbedaan yang diamati antara perlakuan dua asam organik dan perlakuan kontrol. Selain itu, serum IGF-1 pada hari 28 dan nitrogen konsentrasi urea pada hari 14 dan 28 pasca-sapih tidak dipengaruhi oleh perlakuan (p = 0,15).
            Pemberian infeksi  E. coli pada babi yang diberi pakan antibiotik dan asam organik menunjukkan hasil yaitu pertambahan berat badan pada usia postchallenge menunjukkan pemberian antibiotik dan asam organik memberikan berat badan yang lebih tinggi daripada kontrol, untuk konsumsi pakan tidak berpengaruh nyata namun pada rasio berat badan dan pakan terjai perbaikan pada babi yang diberi asam organik dan antibiotik.
Pembahasan Khusus
   Penurunan pH faces dan urin dalam penelitian ini sesuai dengan temuan Buhler et al. (2006), bahwa asam benzoat pada pakan secara signifikan menurunkan pH urin di petani dan periode finisher. Asam benzoat awalnya diserap di usus kecil, kemudian dimetabolisme di hati untuk membentuk asam hipurat yang diekskresikan cepat oleh jalur kemih (Bridges et al., 1970.). Konsentrasi asam hipurat dalam urin menurunkan pH urin dan dan juga pH faces.. pH faces adalah salah satu faktor yang paling signifikan mempengaruhi emisi NH3, dengan volatilisasi NH3meningkat dengan pH pupuk meningkat (Le et al., 2005).
Konsentrasi asam benzoat pada pakan meningkat dari 0g/kg sampai 30 g / kg, menyebabkan terjadinya penurunan 38% dalam rasio TAN: TKN pada 240 jam. Jumlah Nitrogen amonia dianggap sebagai jumlah dari NH4+ dan NH3 (Blachier et al., 2006.). NH3 yang ada pada pupuk kandang sebagian besar berasal dari pemecahan urea, NH3 asal faces dalam bentuk protein bakteri memiliki pengaruh yang sangat kecil (Béline et al., 1998.). Urea dibentuk di hati sebagai produk akhir degradasi protein dalam babi dan diekskresikan oleh ginjal dalam bentuk urea pada urine. Kemudian cepat dihidrolisis oleh enzim urease dan diubah menjadi NH3 (Le et al., 2005.). Karena itu, jika jalur ekskresi nitrogen adalah diubah melalui mengurangi ekskresi nitrogen urine mendukung ekskresi nitrogen feses, seperti yang ditunjukkan oleh penurunan linier yang signifikan dalam rasio nitrogen urin: feses dalam studi saat ini, yang  mengakibatkan penurunan rasio TAN: TKN seiring peningkatan jumlah asam bensoat dalam pakan babi.
            Secara keseluruhan pemberian asam organik memberikan pengaruh terhadap penurunan jumlah bakteri koliform pada saluran pencernaan babi, namun bakteri asam laktatnya juga menurun padahal bakteri asam laktat sangat dibutuhkan dalam saluran pencernaan babi karena tidak mengganggu pencernaan dan berperan sebagai bakteri yang bisa menekan pertumbuhan bakteri patogen.
            Pemberian asam organik pada dasarnya memperbaiki saluran pencernaan sehingga kondisinya cocok untuk pertumbuhan bakteri nonpatogen yang nantinya akan berimbas pada penyerapan nutrisi yang optimal yang mengakibatkan babi memiliki ketahanan tubuh yang tinggi. Pada penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan asam organik terlihat bahwa tidak ada pengaruh signifikan pada imunitas babi baik yang diberi antibiotik maupun yang diberi asam organik, hal ini dapat diartikan bahwa penggunaan asam organik setara dengan penggunaan antibiotik.

date Jumat, 03 Agustus 2012


1.    Hubungan selenium dan vitamin E yaitu Selenium dapat menggantikan fungsi vitamin E dalam tiga bentuk, yaitu:
·      Diperlukan untuk menjaga integritas kelenjar pankreas agar terjadi pencernaan lemak secara normal, pembentukan garam empedu micelle secara normal dan absorbsi vitamin E secara normal pula;
·      Selenium merupakan bagian integral dari sistem enzim GSH-Px, yang merubah bentuk reduksi glutathione menjadi bentuk oksidase glutathine dan pada waktu yang bersamaan merusak peroksida dengan cara konversi peroksida menjadi bentuk alkohol yang tidak berbahaya. Reaksi tersebut mencegah terjadinya proses peroksidasi terhadap asam-asam lemak yang tidak jenuh pada membran sel, dan oleh karena itu menurunkan jumlah vitamin E yang diperlukan untuk menjaga integritas sel-sel membran;
·      Mineral Se, dengan cara yang tidak diketahui membantu retensi vitamin E dalam plasma.
Sebaliknya, vitamin E nampak mengurangi kebutuhan akan selenium, dengan mencegah kehilangan selenium dari tubuh atau mempertahankannya dalam bentuk aktif. Dengan mencegah oto-oksidasi lemak membran dari dalam, vitamin E mengurangi jumlah glutation peroksidase yang dibutuhkan untuk merusak peroksida yang dibentuk dalam sel (Piliang, 2004).
Gangguan yang dapat terjadi bila defisiensi vitamin E dan selenium adalah kelemahan otot dan mastitis.








2.    Proses pengaturan air tubuh dan hubungannya dengan natrium dan kalium yaitu:
          
           Dehidrasi  menyebabkan penurunan secara gradual vulume cairan ekstra sel dan intra sel, dengan proporsi kehilangsn lebih  besar pada cairan intra sel. Strategi ini ditempuh melalui mekanisme homeostasis mempertahankan volume dan osmotik cairan plasma darah. Osmotik cairan intra sel menggambarkan pula kandungan air di dalam sel, dan ini diatur  oleh pompa elektrolit pada membran sel yang mengalirkan ion K+  ke dalam sel dan ion Na+  ke luar sel. Kerja pompa elektrolit tersebut berlangsung karena kehadiran  enzym  Na-K-ATPase  pada  membran  yang  menghasilkan  kesetimbangan aliran Na dan K ke dan dari dalam sel. Sehingga turgor sel, aliran air dan energi dapat dipertahankan. Kontrol  konsentrasi  elektrolit  dalam  sel  merupakan  fungsi  yang esensial  yang  melibatkan  kerja  hormon  thyroxin,  aldosteron  dan  cortisol.
3.      a. Hubungan mineral Sulfur dengan metabolisme protein
       Sulfur berasal dari makanan yang terikat pada asam amino yang mengandung sulfur yang diperlukan untuk sintesis zat-zat penting. Berperan dalam reaksi oksidasi-reduksi, bagian dari tiamin, biotin dan hormone insuline serta membantu detoksifikasi.Sulfur juga berperan melarutkan sisa metabolisme sehingga bisa dikeluarkan melalui urin,dalam bentuk teroksidasi dan dihubungkan dengan mukopolisakarida. Sulfur mampu menjadi sumber asam amino cystein dan methionin. Metionin adalah asam amino yang memiliki atom S. Asam amino ini penting dalam sintesa protein (dalam proses transkripsi, yang menterjemahkan urutan basa Nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode untuk Metionin sama dengan kode awal untuk satu rangkaian RNA. Asam amino ini bagi ternak bersifat esensial, sehingga harus dipasok dari bahan pakan. Jika kekurangan sulfur maka akan kekurangan methionin dan jika kekurangan methionin  maka akan terjadi gangguan metabolisme protein, methionin juga merupakan asam amino pembatas.  
b. Hubungan Sulfur dan kegagalan metabolisme lemak.
Metabolisme  Sulfur  terlibat dalam reaksi transmetilasi  yaitu Sintesis lipoprotein, phospholipid dan ester cholesterol , selain itu juga penting untuk transport lemak dalam darah, akibat dari kekurangan asam amino sulfur yaitu  akumulasi lemak di hati, sintesis protein lambat  dan gangguan reaksi oksidasi-reduksi. Jika sulfur kurang maka sintesa methionin juga kan berkurang,  sementara methionin merupakan precusor karnitin yang merupakan senyawa pembawa asam lemak rantai panjang dalam menembus membran mitokondria pada β-oksidasi asam lemak, berarti ketersediaan karnitin dalam ransum dapat meningkatkan β-oksidasi asam lemak, sehingga timbunan lemak dalam bentuk kolesterol, trigliserida, garam empedu, dan hormon steroid dapat ditekan.  Jika sulfur berkurang maka secara otomatis metabolisme lemak akan terganggu.    
4.      Keberadaan Besi dalam metabolisme secara umum yaitu:
           Didalam tubuh sebagian besar Fe terkonjugasi dengan protein dan terdapat dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri(misalnya dalam bentuk storage). Besi, mempunyai beberapa tingkat oksidasi yang bervariasi dari Fe6+ menjadi Fe2-, tergantung pada suasana kimianya. Hal yang stabil dalam cairan tubuh manusia dan dalam makanan adalah bentuk ferri (Fe3+) dan ferro (Fe2+). Absorpsi terutama terjadi di bagian atas usus halus (duodenum) dengan bantuan alat angkut-protein di dalam sel mukosa usus halus yang membantu penyerapanbesi, yaitu transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua bentuk. Transferin dan feritin. Transferin, protein yang disintesis di dalam hati, terdapat dalam dua bentuk. Transferin mukosa mengangkut besi dari saluran cerna untuk mengikat besi lain, sedangkan transferin reseptor mengangkut besi melalui darah ke semua jaringan tubuh. Dua ion feri diikatkan pada transferin untuk dibawa ke jaringan-jaringan tubuh. Banyaknya reseptor transferin yang terdapat pada membran sel bergantung pada kebutuhan tiap sel. Kekurangan besi pertama dapat dilihat dari tingkat kejenuhan transferin.
5.      Interaksi yodium dan asam amino spesifik yaitu:
Salah satu mineral makro yang penting dalam siklus kehidupan manusia adalah iodine (yodium). Fungsi yodium adalah untuk sintesa hormon tiroid yang mempengaruhi kelenjar tiroid. Dalam pembentukan hormon tiroid yang dibutuhkan adalah iodida atau iodin dan tyrosin, tyrosin yang terdapat di thyroglobuline akan mengikat 2 iodin yang kemudian dinamai diiodotyrosyn (T2), ada juga yang hanya 1 (T1), selain itu ada juga yang mengikat 3 atau 4 yang selanjutnya dinamai T3 dan T4,  selanjutnya T1 dan T2 terjadi pemasangan menjadi T3 selanjutnya T2 dan T2 menjadi T4. TGb yang telah ter iodisasi tadi masuk lagi dah ke sel folikular dengan cara pynositosis yang akhirnya berikatan dengan lisosom, lisosom menghancurkan thyroglobuline hingga yang tersisa hanyalah T3 dan T4 saja dan saat diperlukan T3 dan T4 keluar dah lewat membran sel berikatan dengan tyrosin binding globulin dan beredar dalam darah. T/S value berhubungan dengan kemampuan tiroid dalam menyimpan iodium. T/S value merupakan perbandingan yodium dalam tiroid dan perbandingan  yodium dalam darah. Normalnya,  ternak mempunyai nilai T/S sebesar 20. Kemam puan penyimpanan yodium ini sangat dipengaruhi oleh ketersediaan asam amino tyrosin yang akan mengikat yodium.


            

date