EFEK PENGGUNAAN ASAM ORGANIK PADA PAKAN
BABI
PENDAHULUAN
Penggunaan antibiotik atau antimikrobial
sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah berlangsung lebih dari 40 tahun.
Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam
jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed
efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif
tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih banyak.
Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik
mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan
antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak, hal ini disebabkan karena
dua faktor utama. Pertama, kemungkinan hadirnya residu dari antibiotik yang
akan menjadi racun bagi konsumen, di samping itu antibiotik dapat menciptakan
mikro-organisme yang resisten dalam tubuh manusia atau ternak (terutama
bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella, Escherichia coli dan Clostidium
perfrinens). Dilaporkan penggunaan antibiotik pada pakan ternak unggas di
North Carolina (Amerika Serikat) mengakibatkan resistensi bakteri terhadap
Enrofloxacin, yang merupakan salah satu antibiotik yang direkomendasikan untuk
membasmi bakteri E. coli .
Perkembangan
biotekhnologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan ternak untuk
memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti asam asetat,
propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair. Asam-asam organik
sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh ternak melalui proses
fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi. Penambahan asam-asam
organik dalam pakan ternak dapat meningkatkan produktifitas ternak. Peningkatan
performance ternak terjadi melalui penciptaan lingkungan yang serasi bagi
perkembangan mikroflora menguntungkan. Dengan lingkungan yang menguntungkan
bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui penurunan keasaman) dapat
mengaktifkan serta merangsang produksi enzim-enzim endegenous dan berakibat
meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, produksi
dan reproduksi.
Limbah industri
peternakan sering kali disebut sebagai pencemar lingkungan terbesar. Pada
negara tertentu pencemaran udara akibat emisi nitrogen dari faces dan urine
babi sangat tinggi, untuk mengatasi hal tersebut pakan ternak babi ditambahkan
asam organik, dari beberapa penelitian ternyata mampu mengurangi emisi nitrogen
yang dapat mencemari lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Penggunaan
Antibiotik Pada Babi
Sejak ditemukannya antibiotika
oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, antibiotika telah memberikan kontribusi
yang efektif dan positif terhadap kontrol infeksi bakteri pada manusia dan
hewan. Penggunaan antibiotika dalam pakan oleh peternak babi sebagai pemacu
pertumbuhan (growth promotor) dan pencegah disentri pada babi muda,
telah menambah pendapatan peternak akibat peningkatan efisiensi pakan. Pakan
berantibiotik tersebut mempengaruhi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit dan
penghasil racun di dalam saluran pencernaan babi sehingga mengurangi konsumsi
pakan karena dinding usus menjadi tipis untuk mengabsorbsi zat makanan
(Hathaway et al., 1996).
Penggunaan senyawa antibiotika
sebagai pemacu pertumbuhan dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit
para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan bagi konsumen seperti residu dan
resistensi. Survey AVA Singapore menemukan daging babi dari RPH di Indonesia
mengandung residu antibiotika sebesar 53,7% dan 3,04% melebihi batas minimum
level. Rusiana (2004) menemukan 80 ekor ayam broiler di pasar Jabotabek 85%
daging dan 37% hatinya tercemar residu antibiotika tylosin, penicilin,
oxytetracline dan kanamicin. Samadi (2004) melaporkan bahwa di North
Carolina (Amerika Serikat) penggunaan antibiotika terus-menerus pada unggas
mengakibatkan bakteri Escherichia coli resisten terhadap Enrofloxacin.
Di Cina diketemukan bahwa anak kandang 214 orang yang terkena inveksi Streptococcus
suis tidak mengalami kesembuhan dengan menyuntikkan antibiotika Penisillin,
diduga mikroorganisme tersebut telah mengalami resistensi, dari 214 orang yang
terkena infeksi 39 orang meninggal dunia. Hamscher et al. (2003)
menemukan debu yang berasal dari bedding, pakan dan feses peternakan babi di
Jerman 90% dari sampel yang diambil mengandung 12,5 mg/kg residu antibiotika tylosin,
tetracyclines, sulfamethazine, dan chloramphenicol, kontaminasi
udara ini akan mengganggu pernapasan hewan atau manusia yang hidup di sekitar
kandang.
Kejadian tersebut dapat
diterangkan bahwa penggunaan antibiotika secara ekstensif untuk infeksi bakteri
pada hewan ternak telah menyeleksi bakteri yang resisten, kemudian ia akan
mentransfer resistensi tersebut ke bakteri lain. Transfer resistensi bakteri
tersebut berlaku juga antarspesies, yakni hewan ke manusia atau sebaliknya.
Levy et al. (1988) menyatakan bahwa penggunaan antibiotik tersebut
secara terus-menerus mengakibatkan terjadinya resistensi, contohnya rekomendasi
penggunaan antibiotika dalam pakan pada tahun 50-an adalah 5-10 ppm sekarang
telah meningkat sepuluh sampai 20 kali lipat. Akibatnya, beberapa negara sudah
melakukan pelarangan penggunaan antibiotika pada pakan ternak.
Menurut Komisi Masyarakat Uni
Eropa, sejak tanggal 1 Januari 2006 (Regulasi No. 1831/2003) penggunaan
antibiotika misalnya Avilamycin, Avoparcin, Flavomycin, Salinomycin, Spiramycin,
Virginiamycin, Zn-Bacitracin, Carbadox, Olaquindox, dan Monensin tidak
dapat digunakan dalam ransum ternak. Penggunaan zat aditif tersebut dalam
ransum ternak di beberapa negara Eropa telah dilarang lebih awal seperti Swedia
tahun 1986, Denmark tahun 1995, dan Jerman tahun 1996.
2.
Acidifier
Acidifier
yaitu
penambahan pakan atau air minum dengan menggunakan asam organik. Penambahan
asam organik dapat menstabilkan bakteri yang ada dalam usus, selain itu dapat
juga dapat menurunkan pH usus sehingga menekan jumlah bakteri patogen dan
meningkatkan jumlah bakteri nonpatogen terutama
bakteri asam laktat (BAL) yang merupakan flora yang menguntungkan pada
usus. Berkurangnya bakteri patogen dan
meningkatnya BAL maka penyerapan nutrisi dalam usus lebih maksimal.
Asam organik dalam saluran pencernaan dapat melakukan
proses ionisasi dengan mudah yaitu dengan cara melepaskan hidrogen. Peningkatan
jumlah ionhidrogen tersebut akan menurunkan pH saluran pencernaan sehingga
mikroorganisme yang tidak tahan tehadap kondisi asam akan mengalami perlambatan
pertumbuhan atau mati (Hardy, 2003).
Pada bakteri yang sensitif terhadap perubahan pH,
asam organik menembus dinding sel bakteri sehingga asam organik akan terurai
(H+ dan COO), mengakibatkan pH dalam sel akan turun. Pada kondisi tersebut
bakteri berusaha melepaskan H+ dari dalam sel agar pH dalam sel menjadi normal,
namun proses ini membutuhkan energi yang besar mengakibatkan bakteri akan
berhenti tumbuh dan mati. Beberapa bakteri memiliki struktur dinding sel yang
berbeda. Dinding sel bakteri yang tidak sensitif terhadap perubahan pH
memungkinkan jumlah asam organik yang masuk ke dalam sel bakteri menjadi
berkurang, sehingga bakteri tersebut lebih tahan terhadap lingkungan asam
(Gauthier, 2002).
Asam organik apabila
ditambahkan dalam ransum akan mempunyai sifat acidifier, yaitu pengaruh
asam organik terhadap pH saluran pencernaan. Efek asam organik yang berhubungan
dengan pH saluran pencernaan dan aktivitas mikrobial dapat ditemukan pada
lambung dan usus halus, sehingga asam organik berpotensi menggantikan
antibiotik sebagai growth promotor (Canibe et al., 2001).
3.
Penggunaan
Asam Organik Untuk Babi
Asam
benzoat pada pakan secara signifikan menurunkan pH urin pada babi dan
periode finisher (Buhler et al, 2006).
Asam benzoat awalnya diserap di usus kecil, kemudian
dimetabolisme di hati untuk membentuk asam hipurat yang diekskresikan cepat
oleh jalur kemih (Konsentrasi
asam hipurat dalam
urin menurunkan pH urin dan dan juga pH
faces. pH faces
adalah salah satu faktor yang paling signifikan mempengaruhi emisi NH3, dengan volatilisasi
NH3meningkat dengan pH pupuk meningkat (Le
et al., 2005 ;
Bridges et al,
1970.)
Konsentrasi
asam benzoat pada
pakan meningkat dari 0g/kg
sampai 30 g / kg, menyebabkan terjadinya penurunan 38% dalam rasio TAN: TKN pada
240 jam. Jumlah Nitrogen amonia dianggap sebagai
jumlah dari NH4+ dan NH3
(Blachier et al, 2006.). NH3
yang ada pada pupuk kandang sebagian besar berasal dari
pemecahan urea, NH3 asal faces dalam bentuk protein
bakteri memiliki pengaruh yang sangat kecil (Béline et al, 1998.).
Urea dibentuk di
hati sebagai produk akhir degradasi protein dalam babi dan diekskresikan oleh
ginjal dalam bentuk urea pada
urine. Kemudian cepat dihidrolisis
oleh enzim urease
dan diubah menjadi NH3 (Le et
al., 2005).
Sutton
et al. (1991) menyatakan bahwa penambahan 0,3% Na-fumarat ke
pakan kontrol, tidak memperlihatkan pengaruh yang
signifikan pada konsentrasi
ALRP dan kepadatan
laktobasilus atau E. coli sepanjang saluran GI. Para penulis yang sama mengamati efek asam fumarat 1% pada penurunan jumlah E. coli dalam lambung
dari anak babi berusia 8 minggu, dan efek peningkatan pada VFA di sekum yang dibandingkan dengan pakan kontrol. Semua perlakuan tidak
berpengaruh pada konsentrasi VFA,
jumlah laktobasilus di sepanjang saluran GI
atau pada E.coli di duodenum, usus buntu,
usus besar.
Babi yang diberi pakan dilengkapi dengan asam formiat 0,7 atau 1,4%.
Terkait dengan penambahan asam formiat 1,4% penulis menemukan penurunan pH di
lambung, usus buntu dan usus besar, serta menurunkan konsentrasi asam laktat
dalam usus kecil dan konsentrasi asam laktat yang lebih tinggi dalam usus besar
dibandingkan dengan babi yang diberi pakan kontrol. Konsentrasi asam formiat pada
lambung, asam asetat di usus kecil, dan
asam asetat dan asam propionat dalam sekum dan usus besar lebih tinggi pada babi
yang diberi acidifier. Selain itu, penulis menemukan angka yang lebih rendah
dari lactobacilli dalam usus halus distal dan sekum, jumlah koliform di lambung
lebih rendah (asam formiat 0,7%) dan jumlah fungi yang lebih rendah sepanjang
saluran pencernaan (Maribo et al.,
2000)
PEMBAHASAN
Pembahasan Umum Hasil Penelitian
I.
Efek
pada emisi dan amoniak pada faces

Penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan emisisi
NH3 sejalan dengan makin meningkatnya
level pemberian asam bensoat. Begitu juga dengan total amoniak nitrogen yang
juga menurun seiring peningkatan level pemberian asam bensoat pada pakan babi.
Pemberian level asam bensoat ini juga menyebabkan penurunan pH faces dan urin
seiring dengan peningkatan level asam bensoat dalam pakan (Murphy, et al., 2010).

Ada
penurunan yang linier (P <0,001) pada emisi NH3 faces yang diberi asam benzoat meningkat dalam pakan selama
0-96, 96-240 dan 0-240
jam penyimpanan. NH3
selama penyimpanan (0-240h) dalam penelitian ini berkurang 30,41 dan 72% karena konsentrasi
asam benzoat pakan
ditingkatkan masing-masing hingga 10,
20 dan 30 g / kg. Ada penurunan linier secara total
amonia nitrogen (TAN) (P <0,05) dan total Kjeldahl nitrogen (TKN) (P <0,05) konsentrasi di 240 jam penyimpanan seiring dengan peningkatan level asam bensoat. Konsentrasi asam benzoat pakan penurunan linear dalam TAN: TKN pada 240 jam sebagai makanan asam benzoat tingkat inklusi meningkatkan (P <0,01). Selain itu, ada penurunan yang linier pH faces pada 0 jam (P <0,001) dan 240 jam (P <0,01) karena konsentrasi asam benzoat meningkat dalam pakan. Penurunan linier pH urin juga dilaporkan terjai seiring peningkatan level asam bensoat pada pakan (P <0,001). Namun, tidak ada efek (P> 0,05) terhadap penurunan konsentrasi bau pada faces.
amonia nitrogen (TAN) (P <0,05) dan total Kjeldahl nitrogen (TKN) (P <0,05) konsentrasi di 240 jam penyimpanan seiring dengan peningkatan level asam bensoat. Konsentrasi asam benzoat pakan penurunan linear dalam TAN: TKN pada 240 jam sebagai makanan asam benzoat tingkat inklusi meningkatkan (P <0,01). Selain itu, ada penurunan yang linier pH faces pada 0 jam (P <0,001) dan 240 jam (P <0,01) karena konsentrasi asam benzoat meningkat dalam pakan. Penurunan linier pH urin juga dilaporkan terjai seiring peningkatan level asam bensoat pada pakan (P <0,001). Namun, tidak ada efek (P> 0,05) terhadap penurunan konsentrasi bau pada faces.
Peningkatan
konsentrasi asam benzoat pada pakan mengakibatkan
pengurangan secara linear ekskresi N urin (P <0,05),
total ekskresi N (P <0,05) dan
rasio N urin: feses
(P <0,05). Pningkatan asupn N linier
dengan peningkatan level pemberian asam bensoat (P <0,05)
(Murphy, et al., 2010).
Penelitian
ini menyimpulkan bahwa pemberian asam bensoat pada babi fase finisher sangat
efektif dalam menurunkan emisi nitrogen pada urin dan mengurangi rasio nitrogen
faces dan urin, hal ini juga terlihat dalam penurunan penurunan emisi NH3 pada
pupuk kandang faces babi, namun tidak berpengaruh terhadap pengurangan bau pada
faces.
II.
Efek
terhadap Skatole, mikroba pada faces dan pertumbuhan babi
Penelitian yang dilakukan Øverland,
et al (2008) menunjukkan bahwa status
kesehatan pada babi yang diberi asam organik termasuk baik, tidak ada gangguan
kesehatan dan setelah pembedahan tidak ada abnormalitas pada babi yang diberi
asam organik , namun pemberian asam organik tidak berpengaruh terhadap level
skatole pada saluran pencernaan babi jantan.
Dalam
jejunum, semua pakan yang dilengkapi
asam organik secara signifikan mengurangi jumlah coliform dibandingkan
dengan kontrol. Penambahan asam
benzoat atau sorbat
secara signifikan mengurangi jumlah
enterococci dan asam sorbat secara signifikan mengurangi jumlah LAB dibandingkan
dengan kontrol. Dalam usus besar, format, benzoat,
asam sorbat atau secara
signifikan mengurangi jumlah coliform
dan LAB dibandingkan dengan kontrol sedangkan yang butirat normal coated atau inulin butirat coated tidak
memiliki efek penghambatan yang
signifikan. Di rektum,
penambahan asam format atau asam benzoat untuk pakan secara
signifikan mengurangi jumlah coliform
sedangkan penambahan asam benzoat dan sorbat secara
signifikan mengurangi jumlah LAB
dibandingkan dengan kontrol.

Babi jantan yang diberi asam formic dan
ascorbic signifikan lebih tinggi
ADG dari babi
kontrol dan babi
makan kedua diet butirat.
Diet penambahan format
asam, asam benzoat dan asam sorbat secara
signifikan meningkatkan
FCR dibandingkan dengan babi makan kontrol. Formiat atau asam sorbat memberikan FCR signifikan lebih baik dibandingkan dengan diet butirat. Selama periode secara keseluruhan, Selain diet asam organik tidak berpengaruh pada ADG atau konsumsi pakan babi, tetapi FCR cenderung ditingkatkan
dengan penambahan asam format, asam benzoat, dan asam sorbat pada pakan.
Tidak ada perbedaan signifikan antara perlakuan untuk bobot karkas atau persentase karkas, tetapi persentase karkas secara signifikan lebih tinggi pada babi diberi pakan asam benzoat dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya.
FCR dibandingkan dengan babi makan kontrol. Formiat atau asam sorbat memberikan FCR signifikan lebih baik dibandingkan dengan diet butirat. Selama periode secara keseluruhan, Selain diet asam organik tidak berpengaruh pada ADG atau konsumsi pakan babi, tetapi FCR cenderung ditingkatkan
dengan penambahan asam format, asam benzoat, dan asam sorbat pada pakan.
Tidak ada perbedaan signifikan antara perlakuan untuk bobot karkas atau persentase karkas, tetapi persentase karkas secara signifikan lebih tinggi pada babi diberi pakan asam benzoat dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya.
III.
Efek
Terhadap Total Mikroba usus, pH Usus dan Imunitas
Pertambahan berat badan
tertinggi diperoleh pada penambahan antibiotik pada pakan babi, selanjutnya
penambahan ADS dan potasium. Terlihat
jelas bahwa ransum kontrol menunjukkan pertambahan berat badan terendah.
Konsumsi pakan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan dari semua perlakuan.
Pertambahan berat badan dan konsumsi yang sama pada kontrol berimbas pada
perbaikan rasio pakan dan berat badan babi. Pemberian antibiotik dan ADS
menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh, namun pada kontrol terlihat hasil
rasio pakan dan berat badan lebih tinggi dari perlakuan lainnya, hal ini
menunjukkan bahwa pakan kontrol tidak seefisien dengan pemberian antibiotik dan
ADS.
Pada awal percobaan (d
0), tidak ada perbedaan
laktobasilus, E. coli, anaerob dan aerob
pada faces babi. pada hari 14 pasca-sapih, babi diberi pakan kontrol memiliki laktobasilus terendah hitungan antara semua perlakuan (p = 0,02) Namun, tidak ada
perbedaan terhadap bakteri anaerob
dan aerob antara
perlakuan pada hari 14 setelah menyapih (p
= 0,23). Pada
hari 28 pasca-sapih, tidak perbedaan terdeteksi pada laktobasilus, E. coli, anaerob
dan aerob pada faces antara setiap
perlakuan (p =
0,11).

Hari 14
pasca-sapih, serum IGF-1 dari babi diberi pakan
antibiotik lebih besar dari babi diberi pakan
kontrol (p = 0,03), tetapi ada perbedaan yang diamati antara perlakuan dua asam organik dan perlakuan
kontrol. Selain itu, serum IGF-1
pada hari 28 dan nitrogen konsentrasi urea
pada hari 14 dan 28 pasca-sapih tidak dipengaruhi oleh perlakuan (p = 0,15).
Pemberian infeksi E. coli pada babi yang diberi pakan
antibiotik dan asam organik menunjukkan hasil yaitu pertambahan berat badan
pada usia postchallenge menunjukkan pemberian
antibiotik dan asam organik memberikan berat badan yang lebih tinggi daripada
kontrol, untuk konsumsi pakan tidak berpengaruh nyata namun pada rasio berat
badan dan pakan terjai perbaikan pada babi yang diberi asam organik dan
antibiotik.
Pembahasan
Khusus
Penurunan
pH faces dan urin dalam penelitian ini sesuai dengan temuan Buhler et al. (2006),
bahwa asam benzoat pada pakan secara signifikan menurunkan
pH urin di
petani dan periode finisher. Asam benzoat awalnya
diserap di usus kecil, kemudian dimetabolisme di
hati untuk membentuk asam hipurat
yang diekskresikan cepat oleh jalur kemih
(Bridges et al.,
1970.). Konsentrasi asam hipurat dalam urin
menurunkan pH urin
dan dan juga pH faces..
pH faces adalah
salah satu faktor yang paling signifikan
mempengaruhi emisi NH3, dengan volatilisasi NH3meningkat dengan pH
pupuk meningkat (Le et al., 2005).
Konsentrasi
asam benzoat pada
pakan meningkat dari 0g/kg
sampai 30 g / kg, menyebabkan terjadinya penurunan 38% dalam rasio TAN: TKN pada
240 jam. Jumlah Nitrogen amonia dianggap sebagai
jumlah dari NH4+ dan NH3
(Blachier et al., 2006.). NH3
yang ada pada pupuk kandang sebagian besar berasal dari
pemecahan urea, NH3 asal faces dalam bentuk protein
bakteri memiliki pengaruh yang sangat kecil (Béline et al., 1998.).
Urea dibentuk di
hati sebagai produk akhir degradasi protein dalam babi dan diekskresikan oleh
ginjal dalam bentuk urea pada
urine. Kemudian cepat dihidrolisis
oleh enzim urease
dan diubah menjadi NH3 (Le et
al., 2005.). Karena itu, jika
jalur ekskresi nitrogen
adalah diubah melalui mengurangi ekskresi nitrogen urine
mendukung ekskresi nitrogen feses, seperti
yang ditunjukkan oleh penurunan linier
yang signifikan dalam rasio nitrogen urin: feses dalam
studi saat ini, yang mengakibatkan penurunan
rasio TAN: TKN seiring
peningkatan jumlah asam bensoat dalam pakan babi.
Secara
keseluruhan pemberian asam organik memberikan pengaruh terhadap penurunan
jumlah bakteri koliform pada saluran pencernaan babi, namun bakteri asam
laktatnya juga menurun padahal bakteri asam laktat sangat dibutuhkan dalam
saluran pencernaan babi karena tidak mengganggu pencernaan dan berperan sebagai
bakteri yang bisa menekan pertumbuhan bakteri patogen.
Pemberian
asam organik pada dasarnya memperbaiki saluran pencernaan sehingga kondisinya
cocok untuk pertumbuhan bakteri nonpatogen yang nantinya akan berimbas pada
penyerapan nutrisi yang optimal yang mengakibatkan babi memiliki ketahanan
tubuh yang tinggi. Pada penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan asam
organik terlihat bahwa tidak ada pengaruh signifikan pada imunitas babi baik
yang diberi antibiotik maupun yang diberi asam organik, hal ini dapat diartikan
bahwa penggunaan asam organik setara dengan penggunaan antibiotik.