DAYA HAMBAT ANTIBAKTERI KOMBINASI KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI DENGAN METODE DIFUSI DISK.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan
antibiotik atau antimikrobial sebagai bahan aditif dalam pakan ternak telah
berlangsung lebih dari 40 tahun. Senyawa antibiotik tersebut digunakan sebagai growth
promotor dalam jumlah yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi
pakan (feed efficiency) dan reproduksi ternak sehingga dengan penggunaan
bahan aditif tersebut peternak dapat memperoleh keuntungan lebih banyak.
Akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik
mengalami penurunan dan bahkan di beberapa negara telah melarang penggunaan
antibiotik sebagai bahan aditif dalam pakan ternak, hal ini disebabkan karena
dua faktor utama. Pertama, kemungkinan hadirnya residu dari antibiotik yang
akan menjadi racun bagi konsumen, di samping itu antibiotik dapat menciptakan
mikro-organisme yang resisten dalam tubuh manusia atau ternak (terutama
bakteri-bakteri patogen seperti Salmonella, Escherichia coli dan Clostidium
perfrinens). Dilaporkan penggunaan antibiotik pada pakan ternak unggas di North Carolina (Amerika Serikat)
mengakibatkan resistensi bakteri terhadap
Enrofloxacin, yang merupakan salah satu antibiotik yang
direkomendasikan untuk membasmi bakteri E. coli (Samadi, 2008).
Sementara itu, banyak bahan bahan alami Indonesia
yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti antibiotik diantaranya
kunyit dan bawang putih, sedangkan zink merupakan mineral tambahan yang dapat
meningkatkan imunitas.
Penggunaan kunyit,
bawang putih dan zink telah banyak digunakan pada ternak. Menurut Winarno
(2003) pemberian kunyit dapat menambah cerah atau kuning kemerahan pada kuning
telur jika dicampur pada ransum ayam, Menurut Martini (1998), pemberian tepung Curcuma domestica dalam
ransum sebayak 1 - 1,5% tidak berpengaruh terhadap konsumsi, penambahan bobot
badan pada kelinci, tetapi berpengaruh meningkatkan efisiensi penggunaan
ransum. Dari Penelitian Suharti (2004) hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan
konsentrasi 5% dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang setara dengan
tetrasiklin 100 µg/ml. Penelitian Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air
dan etanol bawang putih dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus
agalactie, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Penggunaan zink dari studi in
vitro terungkap bahwa kehadiran zink akan meningkatkan respon proliferasi
limfosit T terhadap berbagai rangsangan. Pemberian zink ternyata meningkatkan
ekspresi dan fungsi molekul permukaan limfosit T sehingga memperbaiki interaksi
antar sel dan kemampuannya menangkap langsung superantigen (Wahid, 2001).
Rumusan Masalah
Penggunaan antibiotik sintetik sebagai feed aditif menimbulkan efek negatif terhadap ternak yang
mengkonsumsinya karena adanya residu dan resistensi bakteri yang sangat
berbahaya bagi ternak dan
manusia yang mengkosumsinya. Pengkombinasian
kunyit, bawang putih dan zink pada ransum dapat dijadikan alternatif antibiotik
alami dalam pakan.
Hipotesis
Diduga pemberian kunyit, bawang putih dan zink
pada ransum dapat memberikan daya hambat antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. .
Tujuan
dan Kegunaan
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas antibakteri dari kombinasi kunyit,
bawang putih, dan zink dalam menghambat Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang dapat menyebabkan penyakit pada unggas.
Kegunaan penelitian
ini adalah agar dapat memberikan informasi mengenai daya hambat antibakteri dari
kombinasi kunyit, bawang putih dan zink pada ransum terhadap Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli yang dapat menyebabkan penyakit pada unggas.
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Antibiotik Sintesis
Antibiotik merupakan produk metabolik yang
dihasilkan suatu mikroorganisme tertentu,
yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau menghambat mikroorganisme
lain. Dengan perkataan lain, antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan
oleh suatu mikroorganisme yang dapat menghambat mikroorganisme lain (Pelczar
dan Chan,
1988).
Antibiotika banyak digunakan sebagai AGP (Antibiotic Growth Promoters)
dalam pakan ternak di seluruh dunia untuk memacu pertumbuhan ternak agar
dapat tumbuh lebih besar dan dalam waktu yang lebih cepat serta untuk mencegah
terjadinya infeksi (Van Den Bogaard et al., 2000). Beberapa antibiotika
yang banyak dipakai sebagai AGP antara lain dari golongan tetracyclin,
penicillin, macrolida, lincomysin dan virginiamycin (Angulo et al.,
2004).
Resistensi bakteri
patogen terhadap antibiotika pada manusia menjadi masalah di seluruh dunia.
Terjadinya resistensi bakteri patogen ini disebabkan oleh pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana untuk pengobatan pada
manusia serta pemakaian antibiotika pada hewan sebagai pemacu pertumbuhan yang mempunyai
kontribusi terjadinya resistensi
bakteri patogen terhadap antibiotika baik pada manusia
maupun hewan (Barton, 2000).
Dewi dkk (2002) meneliti residu antibiotika pada produk asal hewan di kabupaten Badung, berupa daging segar dan
olahan. Sampel-sampel tersebut adalah: daging ayam sebanyak 10 sampel, daging babi 9 sampel, daging sapi 69
sampel, ham babi 3 sampel, ham sapi 1 sampel, sosis sapi 2 sampel, sosis ayam 4
sampel dan bacon 2 sampel) dari
restoran, pasar tradisional dan Rumah Potong Hewan (RPH). Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa 10% tercemar antibiotika golongan tetrasiklin, 3%
tercemar penicillin, 2% tercemar
aminoglikosida dan 4% tercemar makrolida. Sementara untuk daging segar yang
diambil dari RPH 11,36% tercemar antibiotika golongan tetrasiklin, 3,40%
tercemar penicillin dan 2,27% tercemar
aminoglikosida.
Penggunaan antibiotik pada pakan menyebabkan
adanya resistensi bakteri tertentu terhadap antibiotik tersebut dan adanya residu pada hewan yang
mengkonsumsinya. Resistensi antibiotik terhadap bakteri yang diisolasi dari karkas ayam di area Jakarta dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Resistensi bakteri Salmonella enteritidis,
Salmonella hadar dan Escherichia coli yang diisolasi dari karkas
ayam di area Jakarta
terhadap chloramphenicol, amoxicillin, dan tetracycline.
Chloramphenicol (%) 14,28 12,5 0
Amoxicillin (%) 14,28 50 73
Sumber : Noor
dan Poeloengan (2005)
Resistensi E. coli yang
diisolasi dari karkas ayam di area Jakarta terhadap antibiotika amoxicillin dan
tetracyclin terlihat cukup tinggi yaitu mencapai 73% dan 93%, begitu pula
resistensi terhadap S. hadar. Walaupun terhadap chloramphenicol bakteri Salmonella
dan E. coli masih tergolong sensitif namun terlihat bahwa ada
kecenderungan untuk menjadi resisten. Jika dibandingkan hasil survei tersebut dengan
hasil uji sensitivitas beberapa antibiotika terhadap E. coli (Tabel 2) di beberapa negara tingkat terjadinya
resistensi hampir sama.
Tabel
2. Perbandingan sensitivitas (%) beberapa antibiotika
terhadap bakteri E.coli dari yang diisolasi dari unggas di beberapa
negara.
Antibiotika
UK1 Uni Eropa2 Canada3 USA (kalkun)4
Neomycin 83
94 50 13
Spectinomycin
88 - 38 54
Ampicillin 62 66 58 67
Tetracyclin 52 55 11 -
Trimeth/sulfa 76 97 78 87
Sumber:
1. Wray et al (1993), 2. Scheer et al (1997), 3. Laperle et al (1996),
4.Salmon and Watts (2000).
Beberapa negara tertentu telah membatasi
penggunaan zat aditif tersebut dalam pakan ternak seperti di Swedia tahun 1986,
Denmark tahun 1995, Jerman tahun 1996 dan Swiss tahun 1999. Selanjutnya pada 1
Januari 2006 Masyarakat Uni Eropa berdasar regulasi nomor 1831/2003 menetapkan
tonggak pemusnahan berbagai macam antibiotik di mana selama beberapa dekade
belakang merupakan substans yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai
belahan dunia. Akan tetapi, pelarangan tersebut tidak menyeluruh hanya terbatas
pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark ), vancomycin (Jerman),
spiramycin, tylosin, virginiamycin dan chinoxalins (Uni Eropa) (Raharjo, 2008).
Kunyit
Kunyit merupakan tanaman obat berupa semak dan bersifat tahunan (perenial)
yang tersebar di seluruh daerah tropis. Tanaman kunyit tumbuh subur dan liar
disekitar hutan/bekas kebun. Diperkirakan berasal dari Binar pada ketinggian
1300-1600 m dari permukaan laut, ada juga yang mengatakan bahwa kunyit berasal
dari India. Kata curcuma berasal dari bahasa Arab kurkum dan Yunani karkom.
Tanaman ini banyak dibudidayakan di Asia Selatan khususnya di India, Cina
Selatan, Taiwan, Indonesia, dan Filipina (Anonim, 2009a).
Kunyit
merupakan tanaman parenial,
tingginya 0,75 m - 1,00 m, tumbuh membentuk rumpun. Batang semu, tegak,
silindris, dan berwarna hijau kekuningan. Batang atau rimpang kunyit seperti umbi, terdapat dalam tanah, bercabang
banyak, tebal dan berdaging seperti gasing, dan bagian dalamnya berwarna kuning
jingga. Akar serabut berwarna
coklat muda. Berbau khas
aromatik, rasa agak getir (agak pedas, agak pahit). Menurut klasifikasinya
kunyit termasuk dalam kingdom Plantae,
divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, subkelas
Zingiberidae, ordo Zingiberales, familia Zingiberaceae dan genus Curcuma (Anonim, 2009a).
Kunyit dapat tumbuh di berbagai
tempat, tumbuh liar di ladang, dihutan (misalnya hutan jati), ataupun ditanam
di pekarangan rumah, di dataran rendah hingga dataran tinggi. Selain itu,
kunyit dapat tumbuh dengan baik ditanah yang baik tata pengairannya, curah
hujannya cukup banyak (2000 mm–4000 mm), atau ditempat dengan sedikit
kenaungan. Namun, untuk mendapatkan rimpang kunyit yang besar, sebaiknya ditanam
ditanah lempung berpasir (Anonim, 2009a).
Kandungan Kunyit
Rimpang kunyit yang matang mengandung beberapa komponen antara lain
minyak volatil, campuran minyak (lemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, dan
pati. Komponen utamanya
adalah pati dengan jumlah berkisar antara 40-50% dari berat kering. Kunyit
mempunyai rasa dan bau yang khas, yaitu pahit dan getir serta barbau langu.
Kunyit berwarna kuning atau jingga pada bagian dalamnya dan berwarna kecoklatan
serta bersisik pada bagian luarnya serta mempunyai tekstur yang keras tetapi
rapuh (Yongki, 2009)
Beberapa kandungan
kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui yaitu minyak atsiri sebanyak 6%
yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi
zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut kurkuminoid
sebanyak 5% (meliputi kurkumin 50-60%, monodesmetoksikurkumin dan
bidesmetoksikurkumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C. Dari ketiga
senyawa kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar. Sering
kadar total kurkuminoid dihitung sebagai persen kurkumin, karena kandungan
kurkumin paling besar dibanding komponen kurkuminoid lainnya. Karena alasan
tersebut beberapa penelitian baik fitokimia maupun farmakologi lebih ditekankan
pada kurkumin (Anonim, 2009b).
Menurut Anonim (2009a) kunyit
mengandung senyawa yang berkhasiat obat yang disebut kurkuminoid.
Kurkuminoid terdiri atas :
- Kurkumin : RI = R2 = OCH3
dengan kandungan 10%
- Desmetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H dengan kandungan
1–5%
- Bisdesmetoksikurkumin : R1 = R2 = H,
Kandungan
kimia dalam rimpang kunyit per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan kimia dalam rimpang kunyit per 100 gram bahan yang dapat dimakan.
Nama
Komponen
|
Komposisi
|
|
(%)*
|
**
|
|
Air
|
12,49
|
11,4 g
|
Kalori
|
-
|
1480 kal
|
Karbohidrat
|
-
|
64,9 g
|
Protein
|
8,67
|
7,8 g
|
Lemak
|
8,08
|
9,9 g
|
Serat
|
7,66
|
6,7 g
|
Abu
|
11,13
|
6,0 g
|
Kalsium
|
0,075
|
0,182 g
|
Fosfor
|
0,096
|
0,268 g
|
Besi
|
-
|
41 g
|
Vitamin B
|
-
|
5 mg
|
Vitamin C
|
-
|
26 mg
|
Minyak Atsiri
|
-
|
3 %
|
Kurkumin
|
5,1
|
3 %
|
Sumber : * Purwanti (2008)
**Said (2003)
Pemanfaatan
Kunyit
Kunyit mengandung komponen aktif kurkumin yang memiliki sifat
antibakteri. Senyawa kimia yang ada dalam kunyit mampu menurunkan lemak dalam
tubuh, berperan pada proses sekresi empedu dan pankreas yang dikeluarkan melalui
feses. Komposisi dari kurkumin memiliki
khasiat dapat memperlancar sekresi empedu (Liang et al , 1985).
Bintang dan Nataamijaya (2003) mengkombinasikan penggunaan tepung kunyit dengan
tepung lempuyang dalam ransum broiler.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi tepung kunyit dan tepung lempuyang
pada level yang lebih tinggi (tepung kunyit di atas 0,04% dan tepung lempuyang
0,16%) nyata (P<0,05) menurunkan berat hati dan limpa, namum tidak berpengaruh
terhadap berat organ dalam lainnya. Kombinasi ini juga menghasilkan daging ayam
yang mampu bertahan dari kebusukan selama 10 jam.
Menurut Said (2003), di bidang peternakan, kunyit dimanfaatkan untuk
menambah cerah atau warna kuning kemerahan pada kuning telur. Disamping itu
bila dicampurkan dengan ransum ayam, kunyit dapat menghilangkan bau kotoran
ayam dan menambah berat badan ayam. Di tambahkan pula bahwa dalam bidang
keamanan pangan minyak atsiri kunyit
memberikan efek antimikroba sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pengawet
makanan. Minyak atsiri pada kunyit terbukti bersifat membunuh (bakterisidal) terhadap bakteri golongan Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan Bacillus megetenium. Selain iu minyak atsiri
mampu menghambat pertumbuhan sel vegetative bacillus dengan menghambat sporanya
Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum)
adalah herba semusim berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Tanaman
ini banyak ditanam di ladang-ladang di daerah pegunungan yang cukup mendapat
sinar matahari. Batangnya batang semu dan berwarna hijau. Bagian bawahnya
bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung
terbungkus kulit tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam. Daunnya berbentuk
pita (pipih memanjang), tepi rata, ujung runcing, beralur, panjang 60 cm dan
lebar 1,5 cm, berakar serabut, bunganya berwarna putih, dan bertangkai panjang (Anonim,
2009c).
Bawang putih dengan aroma yang pedas
dan harum banyak dilaporkan sebagai penyedap makanan dan bumbu masak. Umbinya
mengandung banyak zat yang bersifat membunuh kuman dan penawar racun sehingga
banyak digunakan untuk pengobatan. Bawang putih dengan nama Allium sativum L termasuk tanaman herba yaitu tumbuhan berbatang
lunak yang digunakan sebagai rempah (Heat, 1981).
Kandungan Bawang putih
Bawang putih mengandung minyak
atsiri yang sangat mudah menguap di udara bebas. Minyak atsiri dari senyawa ini
diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptik. Sementara itu
zat yang diduga memberikan aroma bawang putih yang khas adalah alisin. Di dalam tubuh alisin merusak protein kuman
penyakit sehingga kuman penyakit tersebut mati. Alisin merupakan zat aktif
yang mempunyai daya antibiotik yang cukup ampuh (Purwaningsih, 2005).
Santosa (1991) melaporkan bahwa bawang
putih mengandung beberapa senyawa aktif antara lain: Alisin mempunyai daya antibakteri
dan antiradang. Selenium suatu mikro mineral sebagai antioksidan dan mencegah terbentuknya
gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah ke otak. Germanium seperti
selenium bersifat anti kanker dapat menghambat dan memusnahkan sel-sel kanker
didalam tubuh. Metilatil trisulfida mencegah penyumbatan yang menghambat aliran
darah ke jantung dan otak.
Menurut Yongki (2009) diantara beberapa komponen bioaktif yang
terdapat pada bawang putih, senyawa sulfida adalah senyawa yang banyak
jumlahnya. Senyawa-senyawa tersebut antara lain adalah dialil sulfida atau
dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Alisin mempunyai fungsi
fisiologis yang sangat luas, termasuk diantaranya adalah antioksidan,
antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan darah, dan dapat
menurunkan kolesterol darah.
Kandungan kimia
bawang putih per 100 gram bahan, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan kimia bawang putih per 100 gram bahan
Nama Komponen
|
Komposisi
|
|
(%)*
|
**
|
|
Air
|
10,23
|
66,2 -71 g
|
Kalori
|
4.029
|
95 – 122 kal
|
Kalsium yang Sifatnya Menenangkan
|
0,013
|
26 – 42 mg
|
Sulfur
|
-
|
60 – 120 mg
|
Protein
|
18,84
|
4,5 – 7 g
|
Lemak
|
0,71
|
0,2-0,3 g
|
Karbohidrat
|
-
|
23,1 – 24,6 g
|
Fosfor
|
0,157
|
15 – 109 mg
|
Besi
|
-
|
1,4 – 1,5 mg
|
Zink
|
0,057%
|
-
|
Selenium
|
-
|
346 –377 mg
|
Sumber
: *
Purwanti (2008)
**Purwaningsih (2005)
Pemanfaatan Bawang Putih
Dalam dunia kesehatan bawang
putih sering digunakan sebagai obat yaitu diantaranya untuk mengobati penyakit hipertensi, asma, batuk, sakit kepala, sakit kuning, sesak
nafas, busung air, ambeien, sembelit, luka memar, abses, luka benda tajam,
digigit serangga, cacingan, sulit tidur (insomnia) (Anonim, 2009d).
Bawang putih juga terbukti dapat menghambat pertumbuhan dan
respirasi fungi patogenik. Daya antimikroba tinggi yang dimiliki bawang putih
dan bawang bombay dikarenakan kandungan alisin
dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih dan bawang
bombay .
Pengujian aktivitas antimikroba bawang putih pertama kali dilakukan oleh
Cavalito dan Bailey pada tahun 1944. Dialil sulfida dan dialil polisulfida
(komponen flavor utama bawang putih) tidak menunjukkan aktivitas antimikroba.
Namun alisin menunjukkan aktivitas penghambatan bagi pertumbuhan bakteri Gram positif
dan Gram negatif (Yongki, 2009).
Suharti (2004) meneliti tentang sifat
antibakteri bawang putih terhadap bakteri Salmonella typhimurium.
Hasilnya adalah serbuk bawang putih dengan konsentrasi 5% dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang setara dengan tetrasiklin 100 µg/ml. Penelitian
Safithri (2004) menunjukkan bahwa ekstrak air dan etanol bawang putih dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus agalactie, S. aureus, dan E. coli. Ekstrak air bawang putih dengan
konsentrasi 20% mempunyai aktivitas antibakteri yang sama dengan ampicillin
5 µg terhadap Streptococcus agalactie, S. aureus, dan E. coli.
Zink
Zink termasuk dalam kelompok
trace element yaitu elemen-elemen yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah
yang sangat kecil dan mutlak diperlukan untuk memelihara kesehatan (Armin, 2006).
Zink
esensial untuk kehidupan telah diketahui sejak lebih dari seratus tahun yang
lalu. Penelitian mendalam selama 20 tahun terakhir menghasilkan pengertian
tentang peranan biokimia zink dalam tubuh dan gejala klinik yang timbul akibat
defisiensi zink pada manusia. Zink memegang peranan esensial dalam banyak
fungsi tubuh, dan sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan
lebih dari 300 enzim, berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti
reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat,
protein, lemak, dan asam nukleat (Almatsier, 2001).
Menurut Tillman, dkk
(1989) Zn mempengaruhi absorpsi fosfor demikian pula sebaliknya, karena
pembentukan garam – garam fosfor (P) yang tidak larut. Kalsium yang tinggi juga
mengurangi absorpsi Zn dalam tubuh, kadar Zn yang tinggi dalam hati mengurangi
timbunan besi (Fe) dan tembaga (Cu) dalam hati, sebaliknya rendahnya Zn
menyebabkan kelebihan Fe dan Cu dalam hati, Cu
yang berlebih dalam tubuh menyebabkan rendahnya persediaan Zn.
Pemanfaatan Zink
Zink mempunyai kegunaan
penting yaitu sebagai antioksidan, melindungi sel dari pengaruh kerusakan oksidatif yang dihasilkan
selama aktivasi imun. Selain itu zink juga mengatur ekspresi dalam limfosit dan
protein. Dengan aktifitas antioksidan konsentrasi zink membran sangat
dipengaruhi oleh defisiensi zink. Suplementasi zink dapat mencegah peroksidasi
lemak dan mencegah kerusakan paru pada tikus akibat hipoksia dengan cara membatasi
kerusakan membran oleh radikal bebas selama inflamasi (Shankar dan Prasad,
1998).
Apoptosis terjadi pada proses perkembangan sel
yang sangat diperlukan dalam regulasi kepadatan populasi sel normal. Apoptosis
sebenarnya adalah proses fisiologis yang normal memungkinkan berbagai proses
penting dari perubahan epitel ke perkembangan limfosit T dan B, namun bila
berlebihan menyebabkan ketidak beraturan dan beberapa proses dasar dapat
terjadi, dengan demikian memiliki konsekuensi penting dalam kesehatan. Hewan yang
defisiensi zink memperlihatkan perubahan secara spontan. Kekurangan zink
menyebabkan atropi timus yang merupakan gambaran utama defisiensi zink.
Sekarang diketahui bahwa atropi ini berhubungan dengan apoptosis sel dari
timusit (Armin, 2006).
Hasil penelitian Kim dan Patterson (2004)
menunjukkan bahwa eskresi Zn dalam manure ayam broiler meningkat secara linear
sejalan dengan meningkatnya taraf Zn ransum. Selanjutnya dikatakan bahwa ayam
yang mengkonsumsi ransum yang disuplementasi 1.500 mg ZnO/kg ransum
mengeluarkan Zn 16% lebih banyak dibanding dengan ayam yang diberi ransum
dengan penambahan 1.500 mg ZnSo4/kg ransum. Hal ini disebabkan ketersediaan
biologis ( bioavailability) ZnO lebih
rendah dibanding dengan ZnSO4. Lebih lanjut dikatakan suplementasi 1.500 ppm Zn
dalam bentuk ZnSO4 menurunkan bobot badan, konsumsi ransum dan efisiensi penggunaan
ransum ayam broiler dibanding dengan suplementasi Zn dalam bentuk ZnO pada
dosis yang sama. Suplementasi ZnO sebanyak 500, 1.000, dan 1.500 mg/kg ransum
tidak menekan performa ayam broiler.
Cara
Kerja Antibiotik dan Tanaman Herbal
Mekanisme kerja antibakteri adalah sebagai berikut
:
a.
Kerusakan pada dinding sel. Bakteri memiliki lapisan luar yang disebut
dinding sel yang dapat mempertahankan bentuk bakteri dan melindungi membran
protoplasma dibawahnya.
b.
Perubahan permeabilitas sel. Beberapa antibiotik mampu merusak atau
memperlemah fungsi ini yaitu memelihara integritas komponen komponen seluler.
c.
Perubahan molekul protein dan asam nukleat. Suatu antibakteri dapat
mengubah keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asam asam nukleat
sehingga merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi.
d.
Penghambatan kerja enzim. Setiap enzim yang ada di dalam sel merupakan
sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Penghambatan ini dapat
mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel (Pelczar dan Chan,
1988).
Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada
umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (OH) dan karbonil. Turunan fenol
berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen.
Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan
segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Parwata dan Dewi, 2008).
Bakteri Patogen Penyebab
Penyakit
Bakteri
adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler dan tidak mengandung struktur yang
terbatasi membran didalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas, berbentuk
bola, batang atau spiral. Reproduksi bakteri terutama terjadi dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses
aseksual. Bakteri menimbulkan berbagai perubahan kimiawi pada substansi yang
ditumbuhinya, mereka mampu menghancurkan banyak sel. Organisme ini sangat
penting untuk memelihara lingkungan kita. Beberapa jenis bakteri menimbulkan
penyakit pada binatang (termasuk manusia) dan tumbuhan. Organisme ini sangat
luas menyebar dalam dan pada permukaan bumi, atmosfer, dan di lingkungan kita
sehari-hari ( Pelczar dan Chan, 2005).
Secara umum bakteri dibagi atas dua golongan yaitu
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif disusun oleh lapisan peptidoglikan yang terletak
di luar membran plasma, sebanyak 40 lembar atau 50% dari komposisi dinding sel.
Teichoic dan teichuronic acid 50% dari
berat kering dinding sel atau
10% berat kering seluruh tubuh bakteri dan komponen lain yaitu polisakarida. Sementara bakteri Gram positif
tersusun atas 1-2 lembar peptidoglikan, atau 5-10% dari dinding sel yang terletak
pada periplasma (di antara membran luar dan membran plasma). Lipopolisakarida
(LPS) ±50% dari berat kering dinding sel serta komponen lain berupa lipoprotein (Kamaluddin, 2009).
Bakteri Gram positif memiliki
peptidoglikan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan Gram negatif sehingga
dindingnya menjadi lebih tebal (50% sementara Gram negatif sekitar 10-15%). Dinding
sel pada kebanyakan bakteri gram positif juga memiliki polisakarida yang
disebut asam teikoat yang merupakan polimer gliserol dan ribitol fosfat yang menempel
pada peptidoglikan atau membran sitoplasma. Fungsi asam teikoat (muatan
negatif) adalah untuk transport ion positif dari dan keluar sel serta untuk penyimpanan
fosfor (Aryantha, 2009).
Gambar 1. Perbandingan Dinding
Sel Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif (Aryantha, 2009).
Bakteri S. aureus dan E. coli dapat menyebabkan penyakit pada ternak misalnya S. aureus dapat menyebabkan infeksi supuratif pada
hewan maupun manusia dan sering menimbulkan mastitis pada sapi dan kambing,
pioderma pada anjing maupun kucing serta menimbulkan abses pada semua spesies
hewan termasuk unggas sedangkan E. coli dapat
menyebabkan penyakit pada pedet antara lain Calf disentri, White scours (mencret
putih) atau Colibacillosis. E. coli pada babi yang
tergolong dalam haemolitik strain merupakan penyebab penyakit oedema yang
ditunjukkan dengan adanya penebalan dinding lambung dan saluran pencernaan (Quinn, 2002).
Staphylococcus adalah
bakteri Gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi
manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan Heat-Stable
Endonuklease. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini,
dikenal ada 5 macam enterotoksin yaitu A, B, C, D, dan E. Tidak semua strain S.
aureus menghasilkan enterotoksin namun semua strain berpotensi menyebabkan keracunan,
62% isolat yang diperoleh dari ayam menghasilkan enterotoksin A (Cox dan
Bailey, 1987).
Bakteri Escherichia
coli umumnya bersifat Gram negatif,
tidak tahan asam, tidak membentuk spora. Sebagian besar Escherichia coli bersifat
motil dengan alat gerak berupa flagella. Beberapa galur Escherichia coli mempunyai
kapsula. Berdasarkan karakteristik patogenik dari protein strukturalnya dikenal
beberapa jenis antigen Escherichia coli yaitu
antigen somatik (O), antigen flagella (H), dan antigen kapsula (K).
Bentuk dan ukuran bakteri sangat bervariasi dan umumnya berbentuk batang pendek
gemuk yang merupakan peralihan antara bentuk kokus dan batang sehingga sering
dikenal dengan bentuk coco-bacillus (Gillepsie dan Timoney, 1981).
Metode Difusi Disk
Menurut Suryaningrum (2009) pada dasarnya uji
aktivitas antibakteri bisa dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1.
Dilusi Cair atau Dilusi Padat
Pada prinsipnya antibiotik diencerkan hingga
diperoleh beberapa konsentrasi. Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi
obat ditambah suspensi kuman dalam media, sedangkan pada dilusi padat tiap
konsentrasi obat dicampur dengan media agar lalu ditanami kuman.
2. Difusi
Media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Pada
metode difusi ini ada beberapa cara, yaitu :
a. Cara Kirby Bauer
Koloni kuman diambil dari pertumbuhan 24 jam pada
agar, disuspensi ke dalam 0,5 ml BHl cair, diinkubasi 5-8 jam pada 37oC.
Kemudian suspensi di atas ditambah aquades steril hingga kekeruhan tertentu
sesuai dengan standar konsentrasi kuman 108 CFU per ml (CFU: Colony
Forming Unit). Kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu
ditekan tekan pada dinding tabung hingga rata. Kemudian meletakkan kertas samir
(disk) yang mengandung antibiotik di atasnya, diinkubasi pada 37oC
selama 19-24 jam.
b. Cara
Sumuran
Koloni kuman diambil dari pertumbuhan 24 jam pada
agar, disuspensi ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasi 5-8 jam pada 37oC.
Suspensi di atas ditambah akuades steril hingga kekeruhan tertentu sesuai
dengan standar konsentrasi kuman 108 CFU per ml. Kapas lidi steril
dicelupkan ke dalam suspensi kuman lalu ditekan tekan pada tabung hingga rata. Pada
agar tersebut dibuat sumuran dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan. Sumuran
tersebut ditetesi larutan antibiotik yang digunakan kemudian diinkubasi pada 37oC
selama 18-24 jam setelah itu hasilnya dibaca, seperti pada cara Kirby Bauer.
c. Cara Pour
Plate
Mengambil beberapa koloni kuman dari pertumbuhan 24
jam pada agar, disuspensikan ke dalam 0,5 ml BHI cair, diinkubasi 5-8 jam pada
37oC. Suspensi di atas ditambah aquadest steril hingga kekeruhan
tertentu sesuai dengan standar konsentrasi kuman 108 CFU per ml. Mengambil
satu mata ose dengan ose khusus dan dimasukkan dalam 4 ml agar base 1,5% yang
mempunyai temperatur 50oC (diambil dari penangas air). Setelah
suspensi kuman tersebut dibuat homogen, dituangkan pada media Mueller Hinton
agar. Menunggu sampai membeku kemudian meletakkan disk antibiotik. Diinkubasi
selama 15-20 jam dengan temperatur 37oC. Membaca masing-masing
antibiotik dengan menyesuaikan standar.
Metode Kirby-Bauer atau metode difusi disk merupakan cara
yang paling banyak dipakai untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai
macam antibiotika. Pada metode difusi disk digunakan cakram kertas saring yang
mengandung suatu obat (antibakteri) dengan konsentrasi tertentu yang
ditempelkan pada lempeng agar yang telah ditanami kuman. Hambatan (killing zone) akan tampak sebagai daerah
yang tidak memperlihatkan pertumbuhan kuman disekitar cakram. Lebar daerah
hambatan tergantung ada atau tidaknya daya serap obat kedalam agar dan kepekaan
kuman terhadap obat tersebut (Anonim, 2009e).
Interpretasi hasil pengujian difusi disk dapat dilihat
dari dua alternatif. Pertama ialah
apabila di sekitar paper disk terdapat zona (daerah) bening tanpa
pertumbuhan bakteri; hal ini dinyatakan positif,
berarti obat tradisional yang diuji mempunyai daya antimikroba. Alternatif kedua ialah apabila di
sekitar paper disk tidak
terdapat zona bening yang bebas dari pertumbuhan bakteri; dinyatakan negatif yang berarti obat
tradisional yang diuji tersebut tidak
mempunyai daya antimikroba (Pudjarwoto, 1992).
Zona Hambatan
Gambar 2. Zona hambatan
metode difusi disk
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2010 di Laboratorium Kimia Makanan Ternak, Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin dalam proses pembuatan bubuk kunyit dan bawang putih
serta pencampuran bahan pakan. Tahap selanjutnya yaitu pengujian daya
hambat antibakteri di Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan.
Materi Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu pisau, wadah untuk menjemur, kaos tangan, inkubator,
plastik hitam,
blender,
mesin penggiling, cawan
petri,
autoklaf, gelas ukur, tabung reaksi, dan ose.
Bahan
yang digunakan pada penelitian ini yaitu kunyit, bawang putih, ZnO, dan bahan
untuk ransum basal yaitu jagung, dedak, minyak nabati, tepung ikan, bungkil kedelai, CaCo3, Ca3(PO4)2
(tricalsium phosfat),
vitamin, mineral, lysin, dan methionin. Isolat kuman S. aureus strain ATCC 25923, E. coli strain ATCC
25922, media Mueller Hinton Agar (MHA), Blood Agar, dan Mac
Conkey Agar, antibiotik disk, kertas disk kosong, alkohol 70% dan akuades.
Metode Penelitian
Metode Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu:
a)
Pembuatan bubuk kunyit dan bawang putih yaitu mula-mula kunyit dan
bawang putih dibersihkan setelah itu diiris tipis-tipis. Irisan bawang putih
dan kunyit ditutup plastik hitam kemudian dijemur dibawah sinar matahari sampai
kering. Kunyit dan bawang putih kemudian digiling sampai halus agar mudah
tercampur dengan bahan pakan, komposisi ransum basal dapat dilihat pada Tabel
5, Kemudian kunyit,
bawang putih dan zink dicampur dengan ransum basal sesuai perlakuan dengan susunan sebagai berikut:
R0 =
Ransum basal (kontrol)
R1 = Ransum basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5%
R2 = Ransum basal + serbuk bawang putih 2,5% + ZnO 120 ppm
R3 = Ransum
basal + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm
R4 = Ransum
basal + serbuk bawang putih 2,5% + serbuk kunyit 1,5% + ZnO 120 ppm
Tabel. 5.
Komposisi ransum basal
Bahan
Baku Pakan
|
R0
|
R1
|
R2
|
R3
|
R4
|
(%)
|
|||||
Jagung
|
50
|
51
|
51
|
51
|
51
|
Dedak
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
Minyak Nabati
|
5,5
|
5,5
|
5,5
|
5,5
|
5,5
|
Tepung Ikan
|
12
|
12
|
12
|
12
|
12
|
Bungkil Kedelai
|
26,3
|
26,3
|
26,3
|
26,3
|
26,3
|
CaCO3
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
DCP
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
Vitamin dan Mineral
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
Lysin
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
Methionin
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
Total
|
100
|
100
|
100
|
100
|
100
|
b)
Pengujian daya hambat antibakteri (Gambar.3) dengan menggunakan metode difusi disk dengan
beberapa tahapan yaitu :
1.
Pembuatan suspensi bakteri
Metode pembuatan suspensi
bakteri yaitu bakteri S.aureus dan E.
coli dibiakkan terlebih dahulu pada media Mac
Conkey Agar (E. Coli) dan Blood Agar (S.aerus) kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 24 jam. Empat sampai lima koloni dari
bakteri hasil biakan diambil dengan ose steril dimasukkan kedalam
tabung reaksi yang telah berisi lima
mililiter Phosphate Buffer Solution (PBS). Inkubasi pada
suhu 37°C selama dua jam, maka terbentuklah kekeruhan yang setara dengan
standart Mc Farland 1 dengan konsentrasi bakteri 3 x 108 / ml.
Jumlah bakteri telah memenuhi syarat untuk uji kepekaan yaitu : 105 – 108 / ml
(Carter dan Cole, 1990).
2.
Pemberian campuran ransum.
Campuran ransum yang telah disusun sebanyak 5 perlakuan
diambil masing masing 10 g kemudian di campurkan dalam 10 ml aquades. Kemudian dituangkan dalam cawan petri yang
telah diberi kertas disk steril dan direndam selama 10 menit atau sampai
menjadi jenuh lalu pindahkan kertas disk dalam MHA yang berisi inokulan
bakteri, sesuai variabel konsentrasi masing-masing kemudian inkubasi pada suhu
370C selama 1x24 jam.
3.
Peubah yang diamati
Peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu
terbentuknya daerah hambatan pertumbuhan bakteri yang ada di sekeliling kertas
disk berupa ukuran diameter daerah jernih. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan mistar plastik. Interpretasi daerah hambatan pertumbuhan bakteri
mengacu pada standart umum obat asal tanaman yakni diameter daya hambat
berukuran 12 – 24 mm (Departemen Kesehatan, 1988).
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL), data hasil pengukuran daya hambat dianalisis
dengan sidik ragam, selanjutnya setiap perlakuan yang berbeda nyata dilanjutkan
dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gasperz, 1991). Adapun model
matematikanya yaitu :
Yij = µ + τ1 +
εij
Keterangan
Yij = Luas hasil pengamatan dari parameter luas
hambatan pada ke - i dengan ulangan - j
µ = Rata- rata pengamatan
τ1 = Pengaruh perlakuan ke-
i (I = 1, 2, 3, 4, 5)
εij = Galat percobaan dari
perlakuan ke- i dengan ulangan ke – j (J= 1, 2, 3, 4).
Gambar 3. Metode difusi
disk
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Escherichia coli
Data
rataan diameter daya hambat antibakteri kombinasi kunyit bawang putih dan zink terhadap bakteri E. coli yang
dianalisis secara statistik dengan bantuan software
SPSS Ver.13,0
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan diameter daya hambat antibakteri
kombinasi kunyit bawang putih dan zink terhadap bakteri E. coli
Perlakuan
|
Luas Hambatan
(cm)
|
R0
|
0,00 ± 0,00a
|
R1
|
2,88 ± 0,34b
|
R2
|
3,25 ± 0,17 bc
|
R3
|
3,00 ± 0,22b
|
R4
|
3,40 ± 0,39c
|
Keterangan: superskrip yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Hasil
uji daya hambat kandungan antibakteri dari tiap perlakuan terhadap E. coli masing masing menghasilkan daya
hambat 0 cm, 2,875 cm, 3,250 cm, 3 cm dan 3,4 cm ( Gambar 4). Daya hambat paling tinggi
diperoleh pada perlakuan R4 dan
daya hambat terendah diperoleh pada perlakuan R0.
Perlakuan yang menunjukkan perbedaan
nyata yaitu R1 dan R4 serta R3 dan R4 ,
perbedaan ini disebabkan oleh Zn yang bekerja sinergis dengan bawang putih, pada
bawang putih terdapat kandungan Zn 0,057%, sehingga Zn pada pakan lebih tinggi.
Pakan yang mengandung zink dan bawang putih daya hambatnya tinggi karena alisin
menghambat pertumbuhan bakteri dan zink melindungi sel dari kerusakan oleh
bakteri. Hal ini didukung oleh pendapat Shankar dan Prasad (1998) bahwa zink mempunyai kegunaan penting yaitu
sebagai antioksidan, melindungi sel dari pengaruh kerusakan oksidatif yang
dihasilkan selama aktivasi imun.
Hasil uji daya hambat terhadap E.coli diketahui yaitu perlakuan yang
daya hambatnya paling tinggi yaitu R4. Kunyit mengandung senyawa
kurkumin dan minyak atsiri dan pada bawang putih terdapat alisin. Kedua senyawa
tersebut diketahui mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini didukung oleh
pendapat Said (2003) yang menyatakan bahwa minyak atsiri pada kunyit
terbukti bersifat membunuh bakteri (bakterisidal), minyak atsiri juga mampu
menghambat pertumbuhan sel vegetatif bacillus dengan menghambat sporanya. Ditambahkan
pula oleh Yongki (2009) bahwa tingginya daya antimikroba bawang putih dikarenakan kandungan alisin dan senyawa
sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri bawang putih. Zink memegang
peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh, dan sebagai bagian dari enzim atau
sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzim, berperan dalam berbagai
aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan
degradasi karbohidrat, protein, lemak, dan asam nukleat.
2. Staphylococcus aureus
Data
rataan diameter daya hambat antibakteri kombinasi kunyit bawang putih dan zink terhadap bakteri S. aureus yang
dianalisis secara statistik dengan bantuan software
SPSS Ver.13,0
dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan diameter daya hambat antibakteri
kombinasi kunyit bawang putih dan zink terhadap bakteri S. aureus
Perlakuan
|
Luas Hambatan
(cm)
|
R0
|
0,00 ± 0,00a
|
R1
|
1,38 ± 0,43b
|
R2
|
1,78 ± 0,71b
|
R3
|
1,60 ± 0,22b
|
R4
|
1,63 ± 0,39b
|
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang
sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5% (P<0,05).
Hasil uji daya hambat kandungan
antibakteri dari tiap perlakuan terhadap S.
aureus masing masing menghasilkan daya hambat 0 cm, 1, 375 cm, 1,775
cm, 1,6 cm dan 1,625 cm ( Gambar 4). Perlakuan R1, R2, R3
dan R4 tidak memberikan dampak
yang berbeda nyata terhadap daya hambat , hal ini disebabkan zat aktif dari
kunyit dan bawang putih agak sulit untuk menembus dinding sel bakteri S. aureus yang merupakan bakteri gram positif. Hal ini
didukung oleh pendapat Kamaluddin (2009) yang menyatakan bahwa Bakteri Gram negatif disusun oleh lapisan
peptidoglikan yang terletak di luar membran plasma, sebanyak 40 lembar atau 50%
dari komposisi dinding sel. Teichoic dan
teichuronic acid 50% berat kering dinding sel atau 10% berat kering seluruh
tubuh bakteri dan komponen lain yaitu
polisakarida.
E.
coli
|
S.
aureus
|
Gambar 4. Hasil pengujian daya hambat antibakteri
kombinasi kunyit, bawang putih dan zink terhadap bakteri E. coli dan S. aureus.
Gambar 4. memperlihatkan
bahwa perlakuan kontrol tidak terdapat daya hambat karena tidak ada zona bening
yang terbentuk sementara itu pada pengukuran daya hambat antibakteri selain
pada perlakuan kontrol yang terendah adalah 1,375 cm (13,75 mm) , nilai ini sudah
bisa dikatakan mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini mengacu pada
standar umum yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (1988) disebutkan bahwa
mikroba dikatakan peka terhadap antimikroba asal tanaman apabila mempunyai
ukuran diameter daya hambatan sebesar 12-24 mm.
Gambar
5. Hasil pengujian daya hambat
antibakteri bahan yang di autoklaf.
Daya hambat bahan pakan yang di
autoklaf menunjukkan hasil tidak terdapat daya hambat (Gambar 5), hal ini
mungkin disebabkan alisin yang merupakan zat aktif dalam bawang putih memiliki sifat yang tidak
termostabil sehingga saat mengalami pemanasan (1210C) dari autoklaf tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Menurut Ikhtiarsyah (2009) alisin
merupakan senyawa yang kurang stabil, adanya pengaruh air panas, oksigen udara,
dan lingkungan basa, alisin akan mudah sekali terdekomposisi menjadi senyawa
sulfur yang lain seperti dialil sulfida.
Daya
hambat zat aktif kunyit dan bawang putih terhadap E. coli lebih tinggi dibanding dengan S. aureus, artinya bakteri E.
coli lebih sensitif dibanding S. aureus,
hal ini disebabkan oleh tipisnya lapisan peptidoglikan pada E. coli
sehingga dinding selnya lebih mudah di tembus oleh senyawa antibakteri
pada pakan sedangkan S. aureus lapisan peptidoglikannya
sangat tebal, hal ini sesuai dengan pendapat Aryantha (2009) yang menyatakan
bahwa bakteri
Gram positif memiliki peptidoglikan yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan
Gram negatif sehingga dindingnya menjadi lebih tebal (50% sementara Gram
negatif sekitar 10-15%). Dinding sel pada kebanyakan bakteri gram positif juga
memiliki polisakarida yang disebut asam teikoat yang merupakan polimer gliserol
dan ribitol fosfat yang menempel pada peptidoglikan atau membran sitoplasma. Fungsi asam
teikoat (muatan negatif) adalah untuk transport ion positif dari dan keluar sel
serta untuk penyimpanan fosfor
Zat
aktif yang ada pada kunyit dan bawang putih salah satunya yaitu minyak atsiri
yang mengandung senyawa fenol yang mampu mendenaturasi protein dan menyebabkan
kematian bakteri. Menurut Parwata dan Dewi (2008) minyak atsiri yang aktif
sebagai antibakteri pada umumnya mengandung gugus fungsi hidroksil (OH) dan
karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi
yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein
fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti
penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi
protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran
mengalami lisis.